Fenomena sosial “orang tua selalu benar saat debat dengan anak muda”, ternyata tidak muncul begitu saja. Ada pola psikologis, bias memori, dan budaya turun-temurun yang membuat sebagian besar generasi yang lebih tua merasa lebih hebat, lebih disiplin, serta lebih layak didengarkan tanpa mempertimbangkan logika atau data.
Dan inilah menariknya: tidak jarang, anak muda yang sudah menyampaikan argumen berbasis fakta, tetap dianggap salah hanya karena usianya lebih muda.
Fenomena Anak Muda Dipatahkan Saat Menyampaikan Pendapat ke Orang Tua
Banyak orang muda di Indonesia mengalami situasi klasik. Ketika ingin menyampaikan argumen berbasis data, malah dibalas dengan kalimat seperti:
- “Kamu masih kecil”
- “Baru lahir kemarin”
- “Belum ngerti hidup”
Padahal hidup selalu mengalami perubahan.
Apa yang relevan di masa lalu, bisa jadi tidak relevan lagi saat ini.
Namun budaya “yang tua harus selalu benar” sudah tertanam lama dalam struktur sosial keluarga dan masyarakat. Bahkan di dunia kerja, suara generasi muda sering kalah bukan karena salah, tetapi karena dianggap belum berpengalaman.
Kenapa orang tua merasa zaman dulu lebih sulit dibanding sekarang
Ada beberapa faktor psikologis yang diam-diam membentuk fenomena ini:
- Reminiscence Bump
Otak manusia lebih mudah mengingat masa antara usia 15–30 tahun.
Itulah kenapa banyak orang tua merasa masa muda mereka penuh perjuangan berat.
Padahal, ada juga momen menyenangkan yang kadang mereka lupakan.
- Survivorship Bias
Tidak semua orang generasi dulu sukses.
Namun kisah yang diceritakan selalu kisah orang yang berhasil “bertahan”, seakan-akan semua orang dulu bisa sukses hanya dengan kerja keras.
Padahal, banyak juga yang gagal, tidak punya kesempatan, atau hidup jauh lebih berat. Tetapi cerita-cerita itu tidak ikut terbawa ke memori kolektif.
- Rosy Retrospection
Masa lalu terasa lebih indah daripada kenyataannya.
Tawuran sekolah dulu juga banyak.
Kriminalitas pun ada.
Hanya saja ingatan manusia menyaring bagian yang menyenangkan dan menghilangkan sisi buruknya.
Hasil akhirnya?
Muncul kalimat klasik: “Dulu hidup lebih susah, sekarang mah gampang.”
Padahal realita ekonomi saat ini jauh berbeda dan sering kali lebih kompleks.
Krisis Ekonomi Generasi Muda Tidak Dianggap Serius
Tantangan generasi milenial dan gen Z di era modern. Generasi sekarang berhadapan dengan:
- Harga rumah naik jauh lebih cepat dibanding gaji
- Pendidikan mahal
- Persaingan kerja semakin ketat
- Tekanan sosial digital
Namun keluhan tersebut sering dibalas dengan perbandingan yang tidak relevan.
Begitu anak muda bicara soal sulitnya karier, langsung dijawab dengan cerita zaman dulu jalan kaki ke sekolah, padahal konteks sosialnya berbeda total.
Moral Superiority Complex: Kenapa Orang Tua Merasa Lebih Bermoral dan Lebih Disiplin
Ada pola psikologis bernama moral superiority complex, yaitu kondisi ketika seseorang merasa nilai dan cara hidupnya paling benar.
Akibatnya:
- Argumen anak muda dianggap kurang valid
- Pendapat yang lebih logis tetap dipaksa salah
- Diskusi berubah jadi ceramah
Ironisnya, generasi muda justru lebih terdidik, lebih peka terhadap kesehatan mental, lebih terbuka terhadap perubahan, lebih peduli lingkungan, dan lebih sadar terhadap isu sosial.
Budaya Indonesia: Mengapa Berdebat Dengan Yang Lebih Tua Dianggap Tidak Sopan?
Sejak kecil, anak diajarkan untuk hormat pada yang lebih tua. Itu baik. Tetapi di banyak keluarga, hormat sering disalahartikan sebagai “tidak boleh mengkritik”, bahkan ketika kritik tersebut benar.
Akhirnya:
- Yang tua selalu ingin didengar
- Yang muda harus diam
Hasilnya, ruang diskusi menjadi buntu.
Anak muda dengan ide bagus memilih tidak berbicara, bukan karena tidak bisa, tetapi karena percuma.
Bukan Semua Orang Tua Begitu
Artikel ini tidak menyamaratakan. Banyak orang tua yang bijak, mau mendengar pendapat, dan terbuka terhadap perubahan.
Tapi dalam konteks sosial luas, pola superioritas generasi tua memang nyata terlihat.
Bagaimana Cara Keluar dari Lingkaran Ini?
- Anak muda tidak perlu berteriak untuk didengar
- Orang tua tidak harus kalah untuk tetap dihormati
- Yang dibutuhkan hanya ruang diskusi yang sehat
Jika dua generasi berhenti saling meremehkan, komunikasi bisa lebih terbuka.
Fenomena “Orang Tua Selalu Benar” Akan Berulang Jika Tidak Disadari
Ada satu hal menarik:
Suatu hari, generasi muda saat ini bisa saja tumbuh menjadi versi baru dari generasi tua yang mereka kritisi sekarang.
Karena itu, solusinya bukan membalas dengan pola pikir yang sama.
Solusinya adalah mulai membangun budaya diskusi:
- Berdasarkan data, bukan ego
- Berdasarkan pemahaman, bukan usia
Dan jika itu dilakukan, generasi setelah kita tidak akan mengalami hal yang sama.






