Dalam dunia yang katanya makin digital, profesi sebagai driver ojek online justru semakin jauh dari kata layak. Tapi di balik layar, kenyataan yang dialami para driver jauh dari narasi manis itu. Tarif makin murah, algoritma makin ketat, dan penghasilan makin enggak masuk akal. Sistem aplikasi membentuk ekosistem kerja yang nyaris tanpa ruang napas.
Saatnya Bicara Jujur tentang Ketidakadilan Sistem Ojol
Kalau situasinya terus kayak gini, yang hilang bukan cuma pemasukan, tapi juga harapan hidup lebih baik.
Di Mana Letak “Mitra” dalam Hubungan Sepihak?
Aplikasi menyebut driver sebagai mitra. Tapi kenyataannya, semua keputusan diambil sepihak. Algoritma mengatur siapa yang dapat order, siapa yang disuruh nunggu. Dan enggak ada penjelasan atau ruang negosiasi. Kalau benar mitra, harusnya bisa bicara, bisa diskusi. Tapi yang terjadi justru kebalikannya—semua keputusan mutlak dari sistem.
Driver ojol hidup dalam tekanan yang diam-diam tapi sangat nyata. Salah satu beban terbesar adalah sistem rating dan performa. Satu kesalahan kecil bisa bikin rating jatuh. Dan kalau rating jatuh, potensi order juga ikut anjlok. Bahkan akun bisa dibekukan secara tiba-tiba—tanpa pemberitahuan, tanpa pembelaan.
Mereka harus selalu sigap, ramah, tepat waktu, dan tetap tersenyum meski hujan deras atau panas terik. Tapi satu bintang dari konsumen bisa langsung menghapus semua usaha itu.
Waktu Tunggu Itu Enggak Pernah Dianggap Kerja
Satu hal yang jarang disadari orang adalah waktu tunggu di antara order. Bayangkan, seorang driver bisa habiskan 3–5 jam sehari hanya untuk menunggu order masu. Enggak ada ganti rugi, enggak ada kompensasi. Padahal motor tetap nyala, bensin tetap keluar, fisik tetap capek.
Waktu kosong dianggap bukan kerja. Padahal energi dan waktu tetap terpakai.
Algoritma yang Diam-diam Menghakimi
Driver enggak pernah tahu kenapa order mereka tiba-tiba sepi. Bisa jadi karena sistem diam-diam kasih penalti karena sering nolak order jarak jauh. Tapi enggak ada pemberitahuan. Tiba-tiba seharian enggak ada notifikasi. Mereka curiga akunnya “dingin”—semacam hukuman tak kasat mata. Dan ini bikin beban mental makin berat. Enggak ada transparansi, enggak ada kejelasan, cuma kecurigaan dan rasa tidak berdaya.
Promo Murah: Berkah Buat Konsumen, Bencana Buat Driver
Buat konsumen, promo dan diskon adalah hal menyenangkan. Aplikasi kasih ongkir gratis, tarif rendah, potongan ini itu, tapi tetap menuntut driver kerja penuh. Tanpa gaji tetap, tanpa jaminan. Semakin sering promo diluncurkan, semakin kecil pendapatan driver.
Realita Kerja Driver Ojol: Bukan Cuma Antar Jemput
Banyak yang pikir kerja ojol itu sekadar ambil dan antar. Tapi faktanya jauh lebih kompleks. Driver harus siap hadapi rute jauh, medan berat, cuaca buruk, dan situasi tidak terduga. Semua dilakukan demi memenuhi target. Tapi sistem enggak pernah mempertimbangkan semua itu. Sisanya dianggap bukan urusan aplikasi.
Tekanan Psikologis: Satu Bintang Bisa Menghapus Semua
Sistem rating jadi pedang bermata dua. Driver bisa kerja sepenuh hati, tapi kalau konsumen enggak puas—entah karena makanan goyang sedikit atau telat lima menit—langsung kasih bintang satu. Dan satu bintang itu bisa berdampak besar. Pendapatan bisa turun, akun bisa dibekukan. Semuanya bergantung pada perasaan konsumen yang bahkan enggak tahu apa yang driver hadapi di lapangan.
Apa Artinya Jadi “Mandiri” Kalau Semua Dikendalikan Sistem?
Mereka disebut pekerja mandiri, tapi dalam praktiknya semua dikendalikan aplikasi. Driver enggak bisa atur harga, enggak bisa pilih order dengan bebas, dan enggak bisa bicara saat sistem salah. Ini bukan kemitraan. Ini subordinasi. Sistem aplikasi ojol menciptakan ilusi fleksibilitas, tapi realitanya lebih mirip ketergantungan penuh pada mesin yang enggak bisa diajak diskusi.
Ojol dan Perjuangan Hidup dalam Bayang-Bayang Algoritma
Satu pertanyaan besar akhirnya muncul: masih mungkinkah hidup layak dari jadi driver ojol? Jawabannya tergantung sejauh mana sistem mau berubah. Kalau tetap begini, jawabannya bukan cuma “tidak”, tapi “berbahaya”. Karena saat algoritma jadi penentu rezeki dan harga hidup driver makin murah dibanding harga promo, maka kita semua sedang membiarkan keadilan runtuh pelan-pelan.






