Pernah dengar istilah Wealth Killer? Ini adalah istilah untuk kebiasaan atau keputusan finansial yang diam-diam menghambat kita membangun kekayaan.
Di Indonesia, salah satu Wealth Killer terbesar adalah kepemilikan mobil. Bukan hanya soal beli mobil, tapi juga biaya-biaya tersembunyi yang sering tidak disadari, seperti depresiasi, asuransi, hingga perawatan.
Dalam artikel ini, Navsia akan bahas:
- Komposisi pengeluaran masyarakat Indonesia.
- Kenapa mobil menjadi Wealth Killer terbesar.
- Cara bijak mengelola kebutuhan transportasi tanpa membebani keuangan.
Komposisi Pengeluaran Rata-rata Orang Indonesia
Menurut data BPS dan Salary Explorer, rata-rata pengeluaran orang Indonesia terbagi menjadi dua:
- Makanan: Sekitar 50% pengeluaran.
- Non-makanan: Sisanya untuk biaya kebutuhan lain.
Namun, di kota-kota besar seperti Jakarta, proporsi pengeluaran non-makanan bisa mencapai 62%, jauh di atas rata-rata nasional.
Pengeluaran Transportasi di Jakarta
Di Jakarta, biaya transportasi dan perumahan menyerap porsi pengeluaran terbesar. Apalagi untuk mereka yang memiliki kendaraan pribadi, seperti mobil, total biaya transportasi bisa membengkak hingga puluhan juta per tahun.
Mobil: Wealth Killer Nomor Satu di Indonesia
Banyak yang berpikir bahwa memiliki mobil hanya soal membeli bensin dan membayar cicilan. Padahal, biaya kepemilikan mobil jauh lebih kompleks dari itu.
Menurut simulasi tahun 2024, biaya total kepemilikan mobil Low MPV dengan harga Rp246 juta adalah sebagai berikut:
- Cicilan & Administrasi : Rp4,9 juta
- Servis & Penggantian Komponen : Rp833 ribu
- Pajak Tahunan : Rp333 ribu
- BBM : Rp886 ribu
- Tol : Rp380 ribu
- Total: Rp6,5 juta/bulan.
Ini setara dengan 63% dari rata-rata gaji bulanan Rp10,5 juta menurut data Salary Explorer.
Biaya Tambahan yang Sering Terlewat
Selain biaya di atas, ada dua komponen besar yang sering diabaikan:
Depresiasi (Penyusutan Nilai Mobil)
- Mobil baru bisa kehilangan 20% nilai dalam tahun pertama, dan sekitar 10% per tahun berikutnya.
- Dalam simulasi, depresiasi setara dengan Rp2 juta per bulan.
Asuransi
- Dengan tarif 2% dari harga mobil, asuransi bisa mencapai Rp410 ribu per bulan.
Jika kedua biaya ini dimasukkan, total pengeluaran untuk memiliki mobil mencapai Rp9 juta per bulan.
Terjebak Middle Income Trap
Mari kita lihat contoh nyata, seorang manajer perusahaan dengan gaji besar, tetapi terlilit utang karena gaya hidupnya.
Perjalanan Finansial
- Usia 23: Gaji Rp5 juta. Masih bisa menabung.
- Usia 25: Gaji naik jadi Rp7,5 juta. Mulai beli mobil bekas.
- Usia 27: Gaji Rp10 juta. Beli mobil baru dengan cicilan Rp250 juta.
- Usia 29: Gaji Rp40 juta. Beli mobil mewah.
Hasilnya? Gaji besar malah habis untuk gaya hidup dan cicilan. jatuh dalam Middle Income Trap, di mana kenaikan penghasilan hanya diikuti oleh kenaikan gaya hidup.
Bagaimana Menghindari Wealth Killer Mobil?
Mulai dengan Sepeda Motor
Jika mobil belum menjadi kebutuhan mendesak, gunakan sepeda motor sebagai alat transportasi utama. Ini lebih hemat bahan bakar dan perawatan.
Manfaatkan Transportasi Umum
Di kota besar seperti Jakarta, transportasi umum seperti MRT dan TransJakarta sudah memadai. Bahkan, banyak profesional menggunakan transportasi umum untuk menghemat waktu dan biaya.
Sesuaikan dengan Kemampuan Finansial
Jika memang ingin membeli mobil, pastikan total biaya kepemilikannya (termasuk depresiasi dan asuransi) tidak lebih dari 20% penghasilan bulanan.
Contoh: Jika penghasilan Rp7,5 juta, total biaya mobil maksimal adalah Rp1,5 juta per bulan. Ini berarti kamu hanya bisa membeli mobil dengan harga sekitar Rp100 juta.
Bijak Mengelola Gengsi dan Finansial
Mobil memang menambah nilai sosial, tetapi jika keuangan belum siap, itu akan menjadi beban besar.
Daripada menghabiskan uang untuk mobil mewah, fokuslah pada investasi dan tabungan untuk membangun kekayaan jangka panjang.