Kita bahas tiga jenis investasi yang harus kalian hindari kalau nggak mau rugi besar. Banyak investor yang tergiur dengan potensi keuntungan tinggi, tapi justru berakhir dengan kehilangan dana sampai ratusan juta.
Gimana caranya supaya kalian bisa lebih aman dalam memilih investasi yang benar? Yuk, langsung aja kita bahas satu per satu dari yang paling umum sampai yang mungkin mengejutkan!
Aset Digital: Jangan FOMO Kalau Nggak Paham
Aset digital seperti Bitcoin, Ethereum, dan berbagai meme coin lainnya makin populer, terutama di kalangan Gen Z. Memang benar, harga Bitcoin, misalnya, sempat naik dua kali lipat dalam satu tahun.
Tapi jangan lupa, banyak juga yang rugi besar karena asal beli tanpa paham tentang aset ini. Sering muncul koin-koin micin kayak PP, Manta, atau Shiba Inu yang harganya bisa naik gila-gilaan, lalu langsung turun sampai 80% lebih dalam waktu singkat. Ini biasa disebut dengan FOMO alias Fear of Missing Out—kita beli cuma karena nggak mau ketinggalan tren.
Kasus kayak gini sering banget bikin orang rugi besar. Bayangin aja, ada yang rugi sampai Rp350 juta lebih gara-gara beli Manta di harga tinggi karena FOMO! Nah, aset digital bukan berarti salah, tapi kalau beli cuma karena ikut-ikutan tanpa paham risikonya, siap-siap aja kena zonk.
Saham: Jangan Cuma Ikut Tren Tanpa Analisa
Saham adalah instrumen yang punya potensi cuan tinggi dalam jangka panjang. Tapi hati-hati, saham juga bisa jadi jebakan buat mereka yang sekadar ikut tren tanpa lihat fundamentalnya.
Misalnya, saham-saham bank digital kayak ARTO atau BBYB yang hype banget beberapa tahun lalu, sempat naik drastis, tapi akhirnya turun tajam setelah pamornya meredup. Banyak yang tergiur beli di puncak karena ngeliat harganya terus naik, tapi malah nyangkut karena nggak ngeliat kondisi fundamental perusahaannya.
Contoh lain, waktu pemerintah ngumumin dana Sovereign Wealth Fund (SWF) buat investasi proyek-proyek besar, saham-saham konstruksi kayak WIKA, PTPP, dan Waskita sempat melonjak.
Tapi setelah story itu memudar, harga-harganya langsung balik ke fundamentalnya lagi. Nah, kalau mau investasi di saham, pastikan pilih yang sesuai analisa, jangan cuma karena isu atau tren.
Reksa Dana Saham Aktif: Perhatikan Biaya-Biayanya
Reksa dana saham aktif sering jadi pilihan buat pemula karena praktis, bisa mulai dari nominal kecil, dan nggak kena pajak.
Biasanya, return bisa mencapai 5-7% per tahun. Tapi, hati-hati juga kalau pilih reksa dana yang dikelola aktif, karena biasanya punya management fee yang cukup besar, bahkan bisa sampai 6% per tahun. Sayangnya, banyak investor tergiur dengan reksa dana yang punya performa tinggi dalam setahun terakhir, tapi lupa cek isinya.
Beberapa tahun lalu, ada kasus reksa dana seperti Narada dan Minna Padi yang sempat mencatatkan performa tinggi tapi akhirnya tutup karena terlalu banyak saham-saham gorengan. Reksa dana ini awalnya menarik karena terlihat “cuan banget,” tapi akhirnya banyak yang rugi sampai 80% lebih. Jadi kalau mau pilih reksa dana saham aktif, pastikan cek komposisinya dulu biar nggak terjebak saham-saham berisiko tinggi.
Menghindari FOMO dalam Investasi
Sayangnya, FOMO itu sesuatu yang sering terjadi berulang-ulang. Banyak yang awalnya kapok setelah rugi besar, tapi begitu ada tren baru, langsung lupa pelajaran dan kembali tergoda. Padahal, investasi yang sukses itu bukan cuma soal ngincer untung besar, tapi juga soal disiplin dan pemahaman.
Ada tiga konsep penting yang harus kita seimbangkan: cari uang (making money), menyimpan uang (keeping money), dan mengembangkan uang (growing money).
Misalnya, kalau kita cuma bisa nabung Rp500 ribu per bulan tapi return investasi 30% per tahun, masih kalah cepat dengan orang yang bisa menabung Rp10 juta per bulan meski investasinya hanya return 6% per tahun. Jadi, fokus dulu untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan menyimpan uang sebelum fokus cari investasi dengan return tinggi.
Pilihan Investasi yang Lebih Stabil dan Aman
Setelah punya skill dan cash flow yang cukup untuk investasi, barulah kita bisa cari instrumen yang sesuai dengan profil risiko kita. Berikut adalah beberapa kategori investasi yang bisa jadi pilihan:
- Aset Fisik – Contohnya properti dan emas. Ini cocok buat yang cari stabilitas dan punya jangka waktu investasi panjang.
- Aset Finansial – Seperti deposito, saham, obligasi, dan reksa dana. Cocok untuk berbagai profil risiko, tinggal pilih sesuai kebutuhan.
- Aset Digital – Misalnya cryptocurrency dan NFT. Potensinya tinggi tapi juga berisiko besar, cocok untuk yang siap hadapi volatilitas.
Yang perlu diingat, investasi yang tepat itu bukan berarti yang return-nya paling tinggi, tapi yang paling sesuai dengan tujuan kita. Buat kebutuhan jangka pendek (kurang dari setahun), pilih instrumen yang konservatif seperti deposito atau reksa dana pasar uang, supaya lebih tenang dan nggak perlu kepikiran harga naik-turun setiap hari.
Alternatif Menarik: Deposito BPR
Kalau kalian cari alternatif investasi dengan return lebih tinggi dari deposito bank umum tapi tetap aman, bisa coba deposito BPR (Bank Perkreditan Rakyat). BPR menawarkan bunga lebih tinggi, bahkan sampai 6,75% per tahun, dan dijamin oleh LPS sampai Rp2 miliar per nasabah per bank, asalkan syaratnya terpenuhi.
Memang akses ke BPR kadang agak terbatas, tapi sekarang sudah ada aplikasi seperti Deposito BPR yang memudahkan kita buka deposito dari berbagai BPR secara online.
Dengan bunga menarik dan keamanan yang terjamin, deposito BPR bisa jadi pilihan buat yang mau return stabil tapi belum siap untuk risiko saham atau aset digital. Cukup mulai dari Rp1 juta aja dan tenor bisa pilih mulai dari 1 bulan sampai 1 tahun.