Kali ini kita bakal jelasin cara kerja value investing dalam lima level, dari yang paling dasar sampai yang kompleks. dimulai dengan pengertian dasarnya dulu, terus naik ke level yang lebih mendalam biar kalian makin paham gimana investasi dengan cara ini bisa kasih keuntungan maksimal. Yuk, langsung aja kita mulai dari dasar banget.
Level 1: Value Investing Buat yang Baru Mulai
Di level ini, bayangin kalau kita mau beli rumah. Value investing itu ibarat tawar-menawar: kita cari rumah dengan harga diskon dan jual lagi saat harganya balik normal.
Misalnya, kita beli rumah seharga Rp150 juta yang sebenarnya bernilai Rp200 juta, otomatis kita bisa jual lagi di harga aslinya dan untung. Sama kayak beli saham di harga yang jauh lebih murah dari nilai wajarnya dan sabar sampai harganya naik lagi.
Prinsip utamanya sederhana: beli saat harga di bawah nilai wajar dan jual saat harga udah mendekati nilai aslinya.
Level 2: Value Investing untuk Investor Pemula
Di level ini, pertanyaannya adalah kapan aset dianggap murah? Nah, value investor suka beli aset yang menghasilkan uang alias cash flow. Contoh, investor saham dapat cash flow dari laba tahunan atau dividen. Jadi, nilai wajar saham tergantung pada kemampuannya menghasilkan uang di masa depan.
Misalnya, kalau Mayora (MYOR) lagi di harga murah, kita bisa hitung berapa return yang kita dapat berdasarkan labanya. Dengan uang Rp100 juta, kalau kita dapat return 10%, artinya lebih tinggi dari obligasi yang cuma 6,75%. Jadi, prinsipnya di sini adalah beli saham yang menghasilkan cash flow dengan harga miring dan jual lagi ketika sudah mahal.
Level 3: Value Investing untuk Investor Menengah
Di level ini, kita mulai masuk ke konsep waktu dalam investasi. Uang Rp1 miliar hari ini jelas lebih bernilai daripada Rp1 miliar yang kita terima 20 tahun lagi karena ada inflasi dan bunga. Nah, di sinilah konsep Discounted Cash Flow (DCF) masuk, di mana kita menghitung nilai uang sekarang dibandingkan nilainya di masa depan.
DCF ini emang agak teknis, dan bahkan banyak value investor legendaris kayak Warren Buffett jarang pakai hitungan DCF langsung. Intinya, kita beli saham dengan mempertimbangkan cash flow masa depan yang didiskon, dan kalau harganya udah naik lagi, kita bisa jual.
Level 4: Value Investing untuk Investor Lanjutan
Di level ini, kita mulai bahas risiko. Value investor selalu cari peluang dengan risiko rendah dan potensi untung tinggi (low risk, high gain). Ada tiga jenis risiko:
- Risiko Bisnis: Risiko perubahan bisnis, regulasi, atau persaingan yang bisa bikin kinerja saham turun.
- Risiko Harga Terlalu Mahal: Risiko beli saham di harga terlalu mahal (contohnya, beli saham Unilever di PE 50 kali tahun 2018).
- Risiko Diri Sendiri: Risiko kita nggak tahan saat harga turun dan akhirnya jual rugi.
Untuk menghindari risiko, kita pakai konsep margin of safety. Misalnya, kita cuma beli saham kalau harganya jauh di bawah nilai wajar, jadi kalau ada fluktuasi, kita masih aman. Contoh, beli saham BBNI dengan margin of safety 55%, artinya beli dengan harga jauh di bawah nilai wajarnya.
Level 5: Value Investing untuk Investor Expert
Level terakhir ini adalah tentang cari saham-saham yang “terabaikan” atau nggak banyak dilirik orang. Saham yang disukai pasar biasanya susah dapat diskon, kayak BCA.
Tapi kalau saham lagi diabaikan, biasanya ada kesempatan besar buat beli dengan harga murah. Misalnya, saham-saham yang lagi turun tajam karena sentimen negatif sementara, atau sektor yang lagi nggak populer tapi punya potensi bangkit.
Formula di level ini adalah beli aset yang terabaikan atau undervalued, dengan discounted cash flow di harga murah dan jual saat harga udah nggak ada diskonnya lagi.