Berapa Banyak Saham yang Harus Dimiliki dalam Portofolio?

Investasi14 Views

Banyak orang percaya pepatah “jangan taruh semua telur dalam satu keranjang” saat investasi, yang artinya supaya aman, kita perlu punya banyak saham dalam portofolio.

Tapi benarkah diversifikasi saham itu selalu menguntungkan? Mari kita simak pandangan dari beberapa investor sukses tentang seberapa banyak saham yang ideal untuk dimiliki dan kenapa mereka berpikir bahwa over-diversifikasi itu malah bisa mengurangi potensi keuntungan.

Diversifikasi Berlebihan: Memahami Risikonya

Pertanyaan tentang jumlah ideal saham di portofolio memang nggak ada jawaban pastinya, ya. Ada yang nyaman pegang 30 saham, ada juga yang santai dengan hanya 2 atau 3 saham saja.

Diversifikasi sendiri awalnya diperkenalkan oleh Harry Markowitz dalam teori Modern Portfolio tahun 1950-an, yang membagi risiko jadi dua: risiko pasar (systematic risk) yang nggak bisa dihindari, seperti inflasi dan perubahan suku bunga, dan risiko yang bisa dikendalikan (unsystematic risk) yang bisa ditekan dengan cara menyebar investasi.

Jumlah Saham Ideal Dalam portofolio

Tapi di dunia nyata, pasar sering nggak efisien, dan diversifikasi berlebihan malah bisa bikin kita jatuh ke dalam jebakan yang disebut blind diversification.

Misalnya, investor pemula kayak “Wowo” yang beli 30 saham dari berbagai sektor tanpa analisa mendalam. Wowo pikir dengan banyak saham, risiko bisa lebih tersebar dan portofolionya lebih aman. Tapi tanpa sadar, Wowo malah menghadapi tiga masalah:

Pertama, Wowo nggak bisa memahami secara mendalam tiap saham di portofolionya.
Kedua, Wowo terpaksa beli beberapa saham berkualitas rendah yang dia nggak paham.
Ketiga, dengan 30 saham, Wowo kesulitan memantau kinerja tiap perusahaan.

Akhirnya, meski ada beberapa saham yang naik, kebanyakan saham yang Wowo nggak pahami malah merugi dan menggerus seluruh keuntungan portofolionya.

Diversifikasi yang Kebanyakan Bisa Mengurangi Potensi Return

Sebagai contoh, di awal tahun 2020, Wowo memutuskan punya 30 saham dengan bobot yang sama. Di portofolio ini, saham blue chip seperti BCA dan BRI memberikan return yang bagus, sekitar 27% hingga 67%.

Tapi, karena Wowo juga punya saham-saham di sektor konstruksi dan BUMN karya yang kurang stabil, seperti PTPP dan Waskita, yang anjlok hingga 86%, kerugian ini justru bikin total portofolionya minus 15,3% di tahun 2024.

Risiko Over-Diversifikasi Portofolio Saham

Jadi, bukannya menyebar risiko, diversifikasi berlebihan ini malah jadi blunder buat Bobby. Padahal, kalau Wowo fokus pada satu saham berkualitas, seperti BCA, portofolionya justru bisa naik hingga 52%. Kasus Wowo ini memperlihatkan bagaimana blind diversification bisa menurunkan performa portofolio kita.

Berapa Banyak Saham yang Ideal dalam Portofolio?

Memiliki banyak saham itu ibarat punya banyak anak: makin banyak, makin besar pula tanggung jawab dan waktu yang perlu kita curahkan buat mengurusnya.

Diversifikasi Saham yang Efektif

Sama halnya dengan saham—kalau saham yang dimiliki makin banyak, makin besar pula upaya yang harus dikeluarkan buat memahami bisnis, memantau performa, dan mengantisipasi perubahan.

Biasanya, investor pemula cuma punya 2 sampai 3 saham utama dalam portofolio. Kadang-kadang, kalau ada beberapa saham bagus yang lagi diskon besar, mungkin bisa tambah sampai 5 saham, tapi nggak lebih dari itu. Kalau terlalu banyak, malah makin sulit dipantau dan berpotensi merugikan.

Perlukah Diversifikasi? Tergantung Tipe Investornya

Sebelum memutuskan berapa banyak saham yang mau dipegang, coba jawab dulu dua pertanyaan ini:

Kalian tipe investor yang paham (know-something) atau yang sekadar coba-coba (know-nothing)?

Portofolio Investasi yang Optimal

Kalau kalian tipe know-something yang bisa komitmen buat riset mendalam, maka jumlah saham bisa lebih sedikit, cukup maksimal 5 saham saja. Investor yang benar-benar paham tiap sahamnya bakal lebih gampang buat fokus dan mengambil keputusan berdasarkan analisa yang matang.

Tapi kalau kalian tipe know-nothing yang belum bisa riset secara mendalam, pilihlah diversifikasi yang wajar atau lebih baik pilih reksa dana indeks atau ETF supaya lebih aman.

Apakah ada peluang lain yang lebih menarik?

Kalau memang ada peluang besar, diversifikasi boleh saja dilakukan asal sesuai dengan kemampuan kita buat memantau. Tapi kalau nggak ada, lebih baik fokus di saham-saham yang sudah ada di portofolio dan terus pantau kinerjanya.

Cara Memilih Saham yang Tepat untuk Diversifikasi Optimal

Kalau kalian mau pilih saham buat fokus di portofolio, berikut ada beberapa checklist yang bisa dipakai buat memastikan kualitas dari saham-saham yang kalian punya:

  1. Dari segi bisnis: Apakah bisnisnya berkelanjutan?
  2. Dari segi manajemen: Apakah manajemennya bisa diandalkan?
  3. Dari segi finansial: Apakah kondisi finansialnya sehat?
  4. Dari segi market: Apakah bisnis ini punya daya saing yang baik?

Makin sedikit saham yang kita punya, makin mudah kita memantau dan mengelolanya dengan baik. Fokus pada saham-saham dengan fundamental yang solid dan punya potensi jangka panjang jauh lebih efektif dibanding sekadar mengoleksi banyak saham tanpa analisa yang matang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *