Tapi kenyataannya? Target direvisi, tapi transparansi tetap minim. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Gelombang PHK di Tengah Janji Manis
Sektor manufaktur, tekstil, otomotif, hingga logistik mengalami pelemahan. Dari Karawang sampai Majalengka, ribuan pekerja dirumahkan.
Kenapa Janji Lapangan Kerja Gagal Total?
Sementara pemerintah masih sibuk menjual optimisme soal “green jobs”, “hilirisasi”, dan “bonus demografi”. Padahal, ribuan keluarga kehilangan penghasilan hari ini, bukan besok. BPJS Ketenagakerjaan?
Proyek Strategis Bukan Jawaban Instan
Disampaikan tanpa roadmap, tanpa breakdown sektor, dan tanpa skenario realistis. Setelah terpilih, angka itu mendadak direvisi jadi 8 juta. Tak dijelaskan kenapa bisa berubah, dan publik diminta terima begitu saja.
Apa yang Tak Pernah Diungkapkan?
Satu hal yang nyaris tak pernah dijelaskan secara terbuka adalah perubahan besar di dunia industri: otomatisasi dan digitalisasi. Industri justru memperkecil jumlah pekerja lewat efisiensi teknologi. Dari sistem kasir otomatis, robot pergudangan, hingga AI yang menggantikan layanan manusia. Tapi semua itu tidak pernah jadi bagian dari narasi kampanye.
Stabil tapi Kurang
Target 19 juta pekerjaan hanya masuk akal jika pertumbuhan ekonomi menyentuh angka 6–7%. Faktanya, ekonomi mentok di 5%. Stabil, ya. Tapi tak cukup menyerap tenaga kerja secara besar-besaran. Ditambah lagi, konsumsi rumah tangga mulai melambat. Akhirnya, proyek-proyek negara jadi satu-satunya tumpuan. Tapi kapan proyek itu jadi?
Di Balik Panggung Kampanye: Janji Tanpa Fondasi
Janji 19 juta lapangan kerja muncul dari skenario optimis. Angka besar tanpa data bukan solusi. Dan revisi sepihak tanpa evaluasi adalah bentuk pengabaian publik. Waktu masyarakat sudah susah, justru mereka dibanjiri narasi normatif dan optimisme kosong.
Masalahnya Bukan Sekadar Angka
Pemerintah terlalu fokus pada “penciptaan kerja” dan abai pada “perlindungan kerja”. Ketika PHK terjadi massal, tidak ada strategi pemulihan yang terasa. Pelatihan kerja yang ditawarkan sering tidak relevan. Sementara korban PHK langsung masuk ke lingkaran utang dan tekanan psikologis.
Kenapa Publik Layak Kecewa?
Di saat angka 19 juta masih diklaim sebagai target, realita di lapangan justru memunculkan kekecewaan. Masyarakat sudah tahu: bukan jumlahnya yang penting, tapi bagaimana lapangan kerja itu benar-benar hadir. Dan saat janji sebesar itu hanya berakhir sebagai narasi kampanye, kepercayaan publik pun ikut ambruk.
Refleksi Akhir: Publik Sekarang Lebih Cerdas
Zaman sudah berubah. Masyarakat bukan hanya menelan janji, mereka juga menghitung. Janji politik kini harus disampaikan dengan transparansi, data konkret, dan strategi terukur. Kalau tidak, semua hanya akan jadi angka di atas panggung. Dan panggung itu suatu saat akan sepi.
Karena publik berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bukan sekadar angka manis di spanduk, tapi realita yang menggerus kehidupan sehari-hari. Lapangan kerja bukan cuma statistik. Ia adalah napas kehidupan masyarakat. Dan kalau janji itu gagal ditepati, maka kita semua punya alasan untuk bertanya: siapa yang akan bertanggung jawab?