Bukan rahasia lagi kalau Amerika Serikat punya banyak cara untuk mengubah arah pemerintahan negara lain, terutama yang dianggap “tidak sejalan” dengan kepentingannya. Dari cara paling halus seperti memberi bantuan ekonomi, sampai langkah ekstrem seperti campur tangan militer—semuanya pernah dilakukan. Nah, berikut ini sederet “jurus” yang pernah dipakai Washington untuk membuat peta kekuasaan dunia berubah.
Dukung Orang Dalam
Kadang yang dibutuhkan cuma sedikit dorongan ke pihak oposisi. Misalnya di Vietnam Selatan tahun 1963, AS lewat CIA mendukung para jenderal yang tidak puas dengan Presiden Ngo Dinh Diem. Mereka kasih dana, membangun koneksi dengan tokoh agama dan sipil, hingga akhirnya meledak jadi kudeta yang berujung pada terbunuhnya Diem. Ini cara paling “senyap” tapi bisa berdampak besar.
Operasi Intelijen Ala Novel Mata-mata
Kalau urusannya butuh lebih dari sekadar dana, ada cara yang lebih licik—dari menyebarkan hoaks sampai menjatuhkan reputasi tokoh politik. Guatemala tahun 1954 jadi contohnya. Presiden mencoba menyentuh kepentingan korporasi AS. CIA pun melancarkan propaganda besar-besaran dan mendukung militer untuk menggulingkannya. Hasilnya? Presiden turun, dan negara jatuh ke tangan militer.
Mainkan Media dan Propaganda
Jangan remehkan kekuatan berita. Lewat siaran radio, surat kabar, dan televisi, AS menyebarkan narasi anti-komunis, apalagi saat Perang Dingin. Di Italia, CIA bahkan sempat memiliki sebagian saham media besar untuk menyetir opini publik agar tak memilih partai komunis. Wartawan lokal dan internasional pun sering dikabarkan berada dalam daftar gaji mereka.
Bunuh Diam-diam
Langkah paling ekstrem, tapi pernah terjadi. Contohnya Patrice Lumumba di Kongo—pemimpin nasionalis yang dianggap terlalu dekat dengan Uni Soviet. CIA disebut-sebut ikut mendukung rival politiknya hingga akhirnya Lumumba ditangkap dan dieksekusi. Dampaknya bukan cuma pergantian pemimpin, tapi juga kekacauan politik yang panjang.
Serang Ekonomi
Kalau gak bisa jatuhin langsung, bikin rakyatnya menderita. Di Chile, Presiden Salvador Allende mencoba nasionalisasi industri, termasuk tambang tembaga yang banyak dimiliki perusahaan Amerika. Jawabannya? AS menghentikan bantuan, menjatuhkan sanksi, dan membuat ekonominya “menjerit”. Kondisi ini jadi pemicu kudeta militer yang membawa Jenderal Pinochet berkuasa.
Bantu Ekonomi (Kalau Sesuai Arah)
Gak selalu pakai kekerasan—kadang justru dengan memberi bantuan. Setelah Perang Dingin, AS membantu negara-negara Eropa Timur dengan uang dan pelatihan agar bisa transisi ke demokrasi dan ekonomi pasar. Di Ukraina pasca Revolusi Oranye tahun 2004, mereka ikut menyokong reformasi dan pembangunan ekonomi lewat bantuan internasional.
Karantina Diplomatik
Kalau suatu rezim dianggap berbahaya, AS bisa saja “menjauhkannya” dari pergaulan dunia. Misalnya Libya di bawah Muammar Gaddafi. AS memutus hubungan diplomatik, menutup kedutaan, dan mendorong negara lain untuk menjatuhkan sanksi lewat PBB. Tujuannya jelas: membuat rezim itu terkucil dan makin tertekan.
Dukung Pemberontak
Kadang AS pilih mendanai kelompok bersenjata yang sedang berontak. Di Nikaragua tahun 1980-an, AS mendukung kelompok Contra yang melawan pemerintahan Sandinista. Dananya? Salah satunya datang dari penjualan senjata ke Iran secara diam-diam, yang akhirnya memicu skandal besar bernama Iran-Contra Affair.
Kampanye Demokrasi dan HAM
Dengan bendera demokrasi dan hak asasi manusia, AS mendukung organisasi pro-demokrasi di berbagai negara. Misalnya di Polandia, mereka bantu gerakan Solidaritas melawan komunisme. Di Myanmar, mereka danai kelompok aktivis dan tekan militer dengan sanksi. Di Ukraina tahun 2014, AS menggulingkan Presiden.
Turun Langsung dengan Tentara
Kalau gagal jalan intervensi militer solusinya. Haiti tahun 1994 misalnya. AS pimpin operasi militer internasional buat mengembalikan presiden terpilih ke jabatannya. Tapi intervensi seperti ini bukan tanpa risiko—lihat saja Irak 2003, yang dilanda kekacauan setelah Saddam Hussein digulingkan tanpa ditemukan senjata pemusnah massal yang jadi alasan utama invasi.
Koalisi Internasional
Kadang AS gak bergerak sendirian. NATO menyerang Afghanistan dan Libya, intervensi NATO menggulingkan Gaddafi, meski hasilnya konflik internal panjang.
Perang Digital
Di era teknologi, perang gak harus pakai peluru. Lewat virus komputer seperti Stuxnet, yang konon dibuat oleh AS dan Israel, mereka bisa merusak sistem nuklir Iran dari dalam. Perang siber sekarang jadi senjata penting untuk melumpuhkan musuh tanpa angkat senjata.
Tekanan Politik dari Dalam dan Luar
Kadang cukup dengan memainkan opini politik. Contohnya di Filipina tahun 1986. AS awalnya masih dukung Ferdinand Marcos, tapi perlahan-lahan mendesaknya agar mundur secara damai. Sementara itu, gerakan rakyat dan protes besar-besaran mengguncang kekuasaannya, hingga akhirnya Marcos pergi dan lahirlah pemerintahan baru.
Bikin Kekacauan
Terakhir, ada strategi paling kotor—bikin situasi sengaja kacau biar pemerintahan tumbang. Ini pernah dilakukan di Iran tahun 1953 terhadap Perdana Menteri Mossadegh yang ingin mengambil alih industri minyak dari Inggris. CIA dan intelijen Inggris mengatur demo, menyuap politisi, sebar berita bohong, dan akhirnya berhasil menjatuhkannya.
Dari yang halus sampai brutal, semua strategi ini menunjukkan gimana kekuatan besar seperti AS bisa membentuk ulang peta kekuasaan dunia lewat cara-cara yang kadang gak kelihatan, tapi berdampak besar. Kadang pakai kedok demokrasi, kadang terang-terangan demi “keamanan global”. Apa pun tujuannya, hasilnya selalu membawa perubahan—baik atau buruk, tergantung dari sudut pandang siapa yang melihat.